Abi nggak pernah tertawa

Ngasrul Ausath | Bismillah. "Abi nggak pernah tertawa". Sekilas dan secara spontan kalimat itu terucap.


Makjleb mendengar protes dari anak nomor tiga. Kalimat yang terlontar dari mulut anak usia enam tahun. Kalimat yang sangat jujur dan berasal dari hatinya.

Sedih dan "marah" lalu menghantui dan mengganggu pikiran ini. Ya Allah dosa apa diriku selama ini?

Apakah selama ini memang diriku kurang perhatian padanya hingga ia melakukan protes "keras" seperti itu.

Harus kuakui jika sejak kelahirannya, ia anak yang berbeda dengan saudaranya. Mulai dari wajahnya, suaranya ketika menangis dan berteriak, warna kulitnya yang sama denganku dan masih banyak lagi lainnya.

Walaupun secara umum anak-anak yang telah dilahirkan oleh istriku dan merupakan amanah dari Allah adalah berbeda. Dari semuanya juga berbeda tidak ada yang sama persis satu sama lainnya.

Namun protes anak ketiga ini berbeda. Sepertinya ia mengungkapkan isi hatinya, isi hati yang selama ini mengganjal dalam dadanya.

Sebagai seorang bapak yang jauh dari kata sempurna diriku berpikir keras. Tak lain dan tak bukan karena protes itu sangat menggangu pikiran bahkan ketika tidurku.

Akupun sadar dan telah berusaha untuk memperhatikan dirinya. Menyambut manjanya ketika akan tidur, ketika ia minta susu kotak kesukaannya, bahkan ketika bangun tidur pun diriku telah berusaha menyambut keinginannya. Seingatku selama ini ketika kuajak bercanda ia malah menangis dan seperti terluka hatinya. Maka ketika ingat dengan protes bahwa abinya tak pernah tertawa maka diriku pun protes padanya dan mengatakan bahwa ia saja diajak bercanda malah menangis alih-alih tertawa. Namun namanya anak-anak tetap dengan sikap dan kepolosan dalam dirinya.

Berharap belum terlambat untuk memperbaiki hubungan dengan anak-anak karena semua itu tak semudah perkiraan.